Minggu, 02 Januari 2011

prilaku hewan :lumba-lumba

MAKALAH TENTANG PRILAKU HEWAN
LUMBA-LUMBA
(Cetacea)

DISUSUN OLEH:
AHMAD ZUHYARDI LUBIS
NIM. 0902101010024




 

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2010

BAB I
PENDAHULUAN

            Lumba-lumba adalah mamalia laut yang sangat cerdas, selain itu sistem alamiah yang melengkapi tubuhnya sangat kompleks. Sehingga banyak teknologi yang terinspirasi dari lumba-lumba. Salah satu contoh adalah kulit lumba-lumba yang mampu memperkecil gesekan dengan air, sehingga lumba-lumba dapat berenang dengan sedikit hambatan air. Hal ini yang digunakan para perenang untuk merancang baju renang yang mirip kulit lumba-lumba.
            Lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sistem sonar, sistem ini dapat menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga terhindar dari benturan. Teknologi ini kemudian diterapkan dalam pembuatan radar kapal selam. Lumba-lumba adalah binatang menyusui. Mereka hidup di laut dan sungai di seluruh dunia. Lumba-lumba adalah kerebat paus dan pesut. Ada lebih dari 40 jenis lumba-lumba.
            Bayi lumba-lumba yang baru lahir akan dibawa ke permukaan oleh induknya agar bisa menghirup udara. Lumba-lumba perlu naik ke permukaan untuk bernafas supaya tetap hidup. Lumba-lumba bernafas melalui lubang udara yang terletak di atas kepalnya. Tubuhnya yang licin dan ramping sangat sesuai untuk berenang. Induk lumba-lumba menyusui anaknya dengan susu yang gurih dan menyediakan energi bagi anaknya supaya cepat besar. Setiap anak lumba-lumba selalu berada di dekat induknya, sehingga ibunya bisa melindungi dari bahaya. Lumba-lumba selalu menjaga hubungan dengan anaknya hingga tumbuh semakin besar. Induk lumba-lumba memanggil anak anaknya dengan siulan khusus yang bisa mereka kenali.
            Lumba-lumba hidup dan bekerja dalam kelompok atau disebut kawanan. Mereka sering bermain bersama. Seekor lumba-lumba tidak bisa tidur nyenyak di bawah air. Ia bisa tenggelam. Oleh karena itu, ia setengah tidur beberapa saat dalam sehari. Lumba-lumba makan cumi dan ikan seperti ikan mullet abu-abu. Kadang kadang Lumba-lumba menggiring kawanan ikan agar mudah ditangkap. Lumba-lumba mencari jalan dengan mengirimkan suara didalam air. Jika suara itu mengenai suatu benda, suara itu akan dipantulkan kembali sebagai gema. Kadang kadang, suara gaduh di laut akibat pengeboran minyak dapat membingungkan lumba-lumba. Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengirim dan menerima pesan.
            Manusia senantiasa tertarik dengan kisah lumba-lumba. Bangsa Romawi telah membuat gambar mozaik lumba-lumba sekitar 2.000 tahun lalu. Sekarang, manusia senang berenang di laut bersama binatang yang pandai dan bersahabat seperti lumba-lumba. Lumba-lumba harus berhati hati terhadap ikan hiu yang mungkin menyerang mereka sewaktu waktu. Mereka melindungi diri dengan gigi giginya, kadang-kadang mereka menggunakan paruhnya sebagai pelantak. Manusia dapat menjala banyak sekali ikan bagi lumba-lumba untuk makanannya. Terkadang, lumba-lumba tertangkap oleh jaring nelayan. Mereka tidak dapat menghirup napas di permukaan, akibatnya mereka tenggelam. Ketika bahan kimia yang berbahaya dibuang ke laut, limbah itu bisa meracuni makanan yang dimakan lumba-lumba. Pembangunan waduk di sungai dan pengeringan danau hanya menyisakan sedikit tempat bagi binatang seperti lumba-lumba Brazil untuk hidup.
            Lumba-lumba tergolong sebagai mamalia yang cerdas. Lumba-lumba dapat menolong manusia, bila lumba-lumba sudah terlatih, bahkan lingkaran api pun dapat mereka terobos. Singa laut, spesies primata, ikan paus dan anjing juga termasuk binatang yang cerdas. Lumba-lumba yang sudah terlatih dapat melakukan berbagai atraksi dan mereka juga dapat berhitung, tetapi Lumba-lumba liar belum dapat melakukan berbagai atraksi. Sekarang ini, lumba-lumba dan ikan paus sudah langka, maka lumba-lumba dan ikan paus harus dilindungi. Lumba-lumba dan ikan paus telah mulai dilindungi di seluruh dunia.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan morfologi Cetacea
            Lumba-lumba, paus dan pesut merupakan mamalia laut yang termasuk dalam ordo Cetacea, yang mempunyai 3 (tiga) sub-ordo yaitu Archaeoceti, Mysticeti dan Odontoceti. Saat ini hanya sub-ordo Odontoceti dan Mysticeti yang masih ada dibumi, sedangkan sub ordo Archaeoceti sudah punah. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti, sedangkan paus bergigi (toothed whale) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al. 1993). Berikut adalah klasifikasi dari lumba-lumba.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Cetacea
Suborde : Odontoceti, (toothed whales)
Familia : Delphinidae (oceanic dolphins)
Genus Delphinus
Lumba-lumba bersisi putih Pasifik
            Hewan-hewan dari ordo Cetacea adalah hewan menyusui yang sepanjang hidupnya ada di perairan dan telah melakukan berbagai adaptasi untuk kehidupan di lingkungan ini. Tubuhnya berbentuk seperti torpedo (streamline) tanpa sirip belakang. Sirip depannya mengecil dan memiliki sebuah ekor horisontal yang kuat untuk bergerak seperti baling-baling perahu. Lubang hidungnya (blowhole) berubah menjadi lubang peniup pada bagian atas kepalanya. Lubang ini berguna untuk pernapasan pada saat hewan itu berenang di permukaan air. Morfologi mamalia laut dari ordo Cetacea seperti terlihat dalam Gambar 2.


Gambar 2 Morfologi mamalia laut ordo Cetacea.

Carwadine et al. (1997) menerangkan ciri-ciri umum yang terdapat pada Cetacea yaitu mereka memiliki bentuk bagian tubuh yang berbeda dengan kebanyakan mamalia yang lain. Kebanyakan mamalia memiliki lubang hidung yang menghadap ke depan, tetapi Cetacea memiliki lubang hidung diatas kepala. Lebih ke belakang, terdapat cekungan di samping kepala yang merupakan posisi dari kuping namun tidak terdapat daun telinga. Cetacea memiliki leher yang pendek, tidak fleksibel dan pergerakan kepala yang terbatas. Di belakang kepala terdapat lengan depan yang berbentuk seperti sirip tanpa jari dan lengan. Bentuk seperti ikan yang terdapat pada bagian tubuh Cetacea adalah sirip dorsal dan sirip ekor (fluks). Sirip dorsal berguna untuk kestabilan dan pengaturan panas tubuh. Pada beberapa spesies, sirip dorsalnya kecil atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Fluks horizontal terdapat di ujung ekor dan ditunjang hanya dibagian tengah oleh bagian akhir tulang ekor (tulang belakang), dan bagian lainnya terdiri dari jaringan non tulang.
            Menurut Reseck (1998), satu perbedaan mendasar antara ikan dan Cetacea adalah dari bentuk tubuh yaitu pada ekor, dimana ekor mamalia adalah horinzontal dan ketika berenang bergerak keatas dan kebawah dan dikombinasikan dengan sedikit gerakan memutar, sedangkan pada ikan ekornya berbentuk vertikal dan bergerak dari sisi ke sisi ketika berenang.
            Cetacea termasuk kedalam golongan hewan berdarah panas, sebagian besar energi tubuhnya dihabiskan untuk menstabilkan suhu tubuhnya. Rambut atau bulu pada mamalia laut berkurang atau bahkan menghilang, hal tersebut berhubungan dengan adaptasi mengurangi hambatan dalam pergerakan. Untuk kestabilan suhu, Cetacea memiliki lapisan lemak dibawah kulitnya. Lemak terdapat pula di bagian lain dari tubuh, pada organ seperti hati, jaringan otot dan didalam tulang dalam bentuk minyak, dengan jumlah sekitar 50 % dari berat tubuhnya (Evans 1987). Fungsi lapisan lemak tersebut untuk mempertahankan kondisi tubuh tetap pada suhu 360-370 C, walaupun hidup pada lingkungan dengan suhu kurang dari 250 C dan mungkin dibawah 10C

2.2 Karakteristik beberapa Cetacea
1) Delphinus delphis (Common dolphin)
Priyono (2001) mengatakan bahwa lumba-lumba memiliki tubuh yang ramping serta moncong sedang hingga panjang serta sebuah sirip punggung yang tinggi dan agak membentuk sabit. Panjang spesies ini mencapai 2.3 m untuk betina dan 2.6 m untuk jantan, dengan bobot maksimum 150 kg. Memiliki sirip dorsal yang tinggi dan berbentuk sabit yang agak tegak. Punggungnya berwarna abu-abu gelap kecoklatan, perut berwarna putih, dan warna coklat kekuningan pada sisi belakang. Bibirnya gelap dan terdapat sebuah garis yang mengitari daerah seputar mata. Terdapat pola seperti jam pasir pada setiap sisinya (Evans 1987). Delphinus delphis (Common dolphin) seperti terlihat dalam Gambar 3
Gambar 3 Delphinus delphis (Linnaeus, 1758).

            Ukuran kelompok berkisar dari beberapa lusin hingga lebih dari 10.000 ekor. Sangat aktif ke udara dan bersuara tinggi. Di beberapa lokasi, lumba-lumba ini makan pada malam hari memangsa satwa-satwa mangsa yang hidup pada lapisan dalam laut, dan bermigrasi ke permukaan pada saat siang hari (Priyono 2001).
            Genus Delphinus sebagian besar adalah jenis oseanik yang tersebar mempunyai di perairan tropis hingga sub tropis pada kisaran lintang 600 LU di Atlantik Utara, 500 LU di Pasifik Utara dan 500 di Kutub Selatan. Penyebaran genus ini di Indonesia adalah perairan laut dari Selat Malaka hingga Papua (Priyono 2001).

2) Tursiops truncates (Bottlenose dolphin)
            Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) adalah jenis ordo Cetacea kecil yang paling dikenal karena menghuni perairan pantai dan dipergunakan dalam pentas satwa (Gambar 4). Memiliki ciri-ciri relatif tegap, moncongnya pendek atau cukup panjang dengan ukuran yang besar dan dengan jelas terpisah dari melon oleh suatu lapisan. Sirip punggung (dorsal fin) tinggi dan berujung agak bengkok seperti sabit serta muncul dari pertengahan punggung (Jefferson et al. 1993).

Gambar 4 Tursiops truncatus (Carwardine 1995).

Menurut Priyono (2001), warna kulit lumba-lumba hidung botol berbeda-beda dari abu-abu terang hingga agak hitam pada bagian punggung dari sisi-sisi, berbayang ke arah putih pada bagian perut. Bagian perut dan sisi bagian bawah terkadang berbintik-bintik. Ada sebuah garis gelap dari mata ke flipper, dan sebuah tonjolan warna redup pada bagian punggung yang biasanya hanya nampak pada jarak dekat. Seringkali terdapat sebaran warna abu-abu pada tubuh, khususnya pada muka dan apri apex melon ke lubang hidung (blowhole). Memiliki 18-26 pasang gigi yang tegak pada tiap rahang. Lumba-lumba dewasa memiliki panjang tubuh 1,9-3,8 m, panjang tubuh jantan lebih besar dari betina.
Lumba-lumba hidung botol ditemukan di seluruh dunia pada perairan tropis dan sub tropis, inshore dan offshore (Klinowska 1991). Menurut Rudolph et al. (1997), spesies lumba-lumba hidung botol menyebar antara lain di Laut Jawa, Pulau Panaitan, sebelah barat Jawa, Pulau Sissie, sebelah timur Laut Seram, lepas pantai Papua, Samudera Pasifik, Lamalera, Pulau Solor, Pulau Biak, timur laut Papua, Selat Ambon, Selat Malaka, Selat Singapura, Kepulauan Riau, sebelah timur Pulau Bangka dan Selat Sunda.
Corkeron (1990) menyatakan bahwa lumba-lumba hidung botol biasanya terdapat diantara nearshore dan offshore dan menghabiskan 92% waktunya pada kedalaman kurang dari 32 m dan berada pada 1 km dari pantai.
3) Sousa chinensis (Indo-Pacific humpback dolphin)
            Spesies ini sering disebut lumba-lumba putih Cina (Gambar 5), memiliki panjang badan 3.2 m untuk jantan dan 2.5 m untuk betina dan bobotnya bisa mencapai 284 kg. Badannya besar, kuat dan tegap dengan sebuah moncong panjang yang jelas. Terdapat melon yang kecil pada dahi. Selain itu, terdapat juga sebuah bongkok, yaitu sebuah tonjolan pada punggung tempat sirip dorsal berada. Di daerah tertentu, terkadang terdapat pula lipatan pada batang ekor. Lumba-lumba jantan biasanya mempunyai bongkok dan lipatan yang lebih besar dibandingkan betina.
Pola warnanya bervariasi tergantung umur dan daerah tempat tinggal. Diantaranya adalah abu-abu gelap putih pada punggung dan sisi samping atas, kemudian biasanya lebih cerah pada sisi samping bawah sampai ke perut. Terdapat ujung putih pada moncong, flipper, dan sirip dorsal. Ketika dewasa terkadang terdapat bintik berwarna putih atau merah muda. Spesies ini terkadang melakukan akrobatik melompat berputar di udara (Evans 1987; Jefferson et al. 1993).
Gambar 5 Sousa chinensis (Osbeck 1765).

Sousa chinensis tersebar di pesisir perairan hangat 4 musim, daerah pesisir laut tropis, dan perairan lepas pantai Afrika Selatan sampai Laut Merah dan Thailand, Kepulauan Indo-Australia sampai bagian utara Laut Cina Selatan dan pesisir utara Australia (Jefferson et al. 1993). Spesies ini terdapat di laut Arafura dan daerah perairan sekitar Serawak, Malaysia (Rudolph et al. 1997).








4) Stenella longirostis (Long-snouted spinner dolphin)
            Terkenal dengan sebutan lumba-lumba paruh panjang (Gambar 6), memiliki 3 (tiga) pola warna yaitu abu-abu gelap pada bagian punggung, abu-abu terang pada bagian samping dan putih (abu-abu putih) di bagian perut. Ukuran tubuh jantan lebih besar daripada betina. Terdapat perbedaan morfologi antara lumba-lumba yang hidup di perairan pantai dan hidup di laut lepas (Bull 1999).
Gambar 6 Stenella longirostris (Carwardine 1995).


            Menurut Jefferson et al. (1993), jenis ini memiliki panjang tubuh dewasa antara 1,3-2,1 m dengan berat 45-75 kg, sedangkan bayi yang baru lahir memiliki panjang tubuh 80 cm. Masa kehamilan adalah 11 bulan dan interval kelahiran anak adalah 2-3 tahun sekali. Carwadine (1995) menerangkan bahwa tanda untuk mengidentifikasi jenis ini di lapangan adalah dengan mengamati tingkat keseringan lumba-lumba melakukan gerakan memutar di udara. Cara terbaik untuk membedakan Stenella longirostis dengan spesies lain adalah dengan melihat moncongnya (mulutnya) yang panjang dan ramping dan dahinya yang melandai.
Spesies ini hidup di laut tropis dan perairan hangat 4 (empat) musim di Samudera Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Kepulauan Hawai dan Teluk Thailand (Carwadine 1995). Daerah penyebaran spesies ini adalah Laut Timor, Laut Arafura, Selat Halmahera, Solor, Lembata, Laut Jawa, Laut Sawu, Selat Malaka, Laut Seram, Laut Flores, Laut Banda, Selat Sunda, Laut Sulawesi, pesisir utara Papua, Pulau Alor, Selat Sumba dan Perairan sekitar Taman Nasional Komodo (Rudolph et al. 1997).

5) Stenella attenuata (Pantropical spotted dolphin)
Lumba-lumba Stenella attenuata (Gambar 7), memiliki totol di sekujur tubuhnya, namun kadang sulit untuk diidentifikasi karena ukuran dan warnanya yang bervariasi menurut lokasi geografis. Spesies ini memiliki flipper yang panjang dan tajam, sirip dorsal yang panjang dan tegak, mempunyai tiga pola warna dan biasanya dalam kelompok besar. Permukaan punggung berwarna abu-abu gelap tetapi ditutupi bintik-bintik pucat, sementara bagian bawah yang pucat ditutupi oleh bintik-bintik gelap. Ukuran tubuh jantan lebih besar daripada betina. Panjang total lumba-lumba totol dewasa berkisar 1,7-2,4 m dengan panjang anak 80 cm. Masa kehamilan 11,5 bulan dan bayi yang baru lahir belum memiliki totol. Totol muncul dan bertambah banyak seiring pertambahan usia.
Makanan mereka terdiri dari ikan, cumi-cumi dan kadang crustacea (Jefferson et al. 1993).
Gambar 7 Stenella attenuata (Carwardine 1995).

Lumba-lumba totol dapat ditemukan pada laut tropis dan perairan empat musim di Samudera Atlantik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta laut-laut di sekitarnya. Daerah penyebaran spesies ini meliputi Laut Banda, sebelah barat Sumatera, Selat Haruku, Laut Sawu, Lamalera (Rudolph et al. 1997), perairan disekitar Taman Nasional Komodo dan sering dijumpai di Pantai Lovina, Bali (Khan 2001).

6) Steno bredanensis (Rough-toothed dolphin)
Lumba-lumba Steno bredanensis (Gambar 8), memiliki tubuh yang relatif tegap dengan kepala agak kerucut dan tidak ada batas antara melon dan moncong (Priyono 2001). Panjang badan sekitar 2.8 m dengan bobot mencapai 150 kg. Spesies ini mempunyai flipper yang besar yang terletak jauh di sisi samping dan sirip dorsal yang berbentuk sabit. Tubuhnya berwarna abu-abu gelap dengan sebuah pola warna sempit yang memanjang kemudian membesar kearah samping bawah sirip dorsal. Perut, bibir dan sebagian besar rahang bawah berwarna putih. Kebanyakan permukaan tubuhnya dipenuhi dengan goresan dan bintik-bintik putih yang disebabkan oleh gigitan hiu dan sesama jenis spesies ini (Evans 1987; Jefferson et al. 1993).

 
Gambar 8 Steno bredanensis (Lesson 1828).
            Priyono (2001) menyatakan bahwa lumba-lumba ini hidup bergerombol 10-20 ekor meskipun kadang dijumpai lebih dari 100 ekor. Sering bergerak pada malam hari dengan kecepatan tinggi dimana dagu dan kepala di atas permukaan air, dalam perilaku meluncur yang khas seperti berselancar. Di perairan tropis Pasifik cenderung berasosiasi dengan obyek-obyek terapung dan terkadang dengan Cetacea lainnya.
            Lumba-lumba gigi kasar adalah spesies oseanik yang terdapat di seluruh laut tropis dan subtropis yaitu dari 400 Lintang Utara sampai 350 lintang selatan (Jefferson et al.1993). Spesies ini pernah terlihat di perairan lepas pantai Lamalera, Pulau Lembata pada bulan September 1993 (Rudolph et al. 1997).

7) Grampus griseus (Risso’s dolphin)
            Lumba-lumba Grampus griseus (Gambar 9), memiliki tubuh yang relative besar dan tegap dengan kepala yang bulat atau tumpul tanpa paruh yang jelas. Flipper panjang, runcing dan melengkung. Sirip punggung tinggi dan berbentuk sabit. Pada bagian mulut terdapat garis-garis mulut yang miring ke depan. Satu ciri khas lumba-lumba ini adalah sebuah jambul tegak pada bagian depan melon (Priyono 2001).
Spesies ini memiliki panjang bisa mencapai 3.8 m untuk yang dewasa. Bobotnya bisa mencapai lebih dari 400 kg. Jantan berukuran sedikit lebih besar dibandingkan betina. Tubuhnya dipenuhi goresan berwarna putih dan ruamruam. Pola warna pada dewasa berkisar dari abu-abu gelap sampai mendekati putih. Pada daerah dada terdapat pola berbentuk jangkar putih (Evans, 1987; Jefferson et al.1993).
 
Gambar 9 Grampus griseus (G. Cuvier 1812).

            Lumba-lumba besar ini sering berada di permukaan sambil berenang perlahan, meskipun mereka dapat menjadi energik, terkadang menyusur dan jarang bergerak berlompatan bersama. Biasanya dijumpai dalam kelompok 400
ekor dan biasanya berasosiasi dengan spesies Cetacea lainnya. Puncak musim beranak di Laut Atlantik Utara pada musim panas (Priyono 2001).
Lumba-lumba abu-abu dapat ditemui di daerah laut tropis dan warm temperate water di seluruh dunia, umumnya pada perairan yang lautnya dalam (Jefferson et al. 1993). Penyebaran spesies ini adalah Samudera Hindia, lepas pantai Manokwari, Papua, Lamalera, Pulau Lembata; Selat Pantar (selat antara Pura dan Pulau Alor), Kepulauan Tanimbar, Laut Arafura, dan selatan Timor, Laut Timor (Rudolph et al. 1997).

8) Lagenodelphis hosei (Fraser’s dolphin)
Panjang maksimum spesies Lagenodelphis hosei (Gambar 10) adalah 2.7 m dengan bobot bisa mencapai lebih dari 210 kg. Lumba-lumba ini memiliki bentuk badan yang pendek, kuat dan gemuk dengan sirip dorsal berbentuk triangular yang pendek. Moncongnya pendek dan gemuk, namun terlihat jelas. Ciri-ciri yang paling jelas adalah pola warna yang sangat menarik perhatian yaitu pita berwarna gelap yang bervariasi ketebalan warnanya mulai dari muka sampai anus. Terdapat strip pada flipper yang dimulai dari tengah rahang bawah. Sebaliknya, punggungnya berwarna abu-abu gelap kecoklatan, dan perut berwarna putih atau merah muda (Jefferson et al. 1993).
Gambar 10. Lagenodelphis hosei (Fraser 1956).

Lumba-lumba fraser ditemukan di sebelah timur Australia sampai Jepang dan Taiwan, juga di Samudera Hindia sampai Afrika Selatan, Madagaskar dan Srilanka (Leatherwood and Revees, 1983). Spesies ini tersebar di Lamalera, Pulau Lembata; Natsepa, Teluk Baguala, Ambon; Pulau Alor, Laut Sawu; Selat Ombai, selatan Pulau Alor; Loh Liang, Pulau Komodo (Rudolph et al. 1997).

2.3 Tingkah laku Cetacea
            Mamalia laut melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupannya. Tingkah laku mamalia laut ini sangat
beragam, mulai dari yang sangat jelas terlihat sampai yang sangat jarang dilakukan, namun dapat dipelajari beberapa jenis tingkah laku dari Cetacea sehingga bisa mengartikan tingkah laku tersebut.
            Paus dan lumba-lumba sering kali melakukan aktivitas melompat ke udara dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching ini masih merupakan misteri namun terdapat beberapa alasan yaitu sebagai suatu tanda, menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok mereka (Carwadine 1995).
            Beberapa mamalia laut kecil seperti lumba-lumba mampu melakukan lompatan yang sangat tinggi dan terkadang melakukan gerakan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk kembali ke air dan gerakan ini disebut dengan aerials (Carwadine 1995). Disamping itu aktivitas lainnya adalah bowriding. Carwadine (1995) menjelaskan bahwa bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk permainan yang dilakukan oleh lumba-lumba.
            Spyhop adalah gerakan memunculkan kepala ke permukaan air. Gerakan ini berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan di dalam air (Carwadine et al. 1997). Sementara aktivitas lainnya adalah gerakan mengangkat fluks atau ekor tersebut ke dalam air yang disebut dengan lobtailing. Diduga hal ini berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara berkomunikasi (Carwadine 1995).
Paus dan lumba-lumba sering kali berdiam di suatu tempat pada permukaan perairan sehingga sering dilihat dari kapal, badan mamalia laut ini terlihat seperti sebongkah kayu.
Menurut Shane (1990), lumba-lumba memiliki tingkah laku sosial yang ditandai dengan :

1) Greeting : lumba-lumba melakukan greeting pada beberapa keadaan ketika bertemu kelompoknya dengan cara berenang cepat diantara yang lainnya di permukaan air sambil ekornya digerakkan atau dengan cara mengeluarkan suara

2) Roughhousing : lumba-lumba dengan penuh semangat membuat keributan dan kegaduhan dengan menggunakan rostrum dan flukes untuk menyambut anaknya yang baru dilahirkan ;

3) Alloparental care : lumba-lumba muda berenang dan bermain bersama lumba-lumba dewasa lainnya (babysister) selama lebih dari 1 jam ketika ibunya mencari makan pada jarak beberapa ratus meter dari mereka.

2.4 Makanan dan cara makan
            Weber and Thurman (1991) mengatakan bahwa lumba-lumba kebanyakan pemakan ikan, walaupun mereka juga memakan cumi-cumi. Mereka memangsa bermacam-macam ikan dengan giginya dan menelannya bulat-bulat. Lumba-lumba kecil makanan utamanya ikan-ikan kecil dan cumi-cumi yang berada di zona epipelagik di perairan laut terbuka, beberapa spesies makanannya adalah ikan dasar di perairan dangkal dekat pantai, teluk dan sungai.
            Cockcroft and Ross (1986) mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di perairan Natal, Afrika Selatan memakan berbagai jenis ikan pelagis, cepalopoda, dan beberapa jenis ikan laut dalam. Barros and Odell (1990) mengatakan bahwa lumba-lumba hidung botol lebih memilih jenis Mullet sebagai makanannya. Sementara Barros and Odell (1990) mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan jenis makanan antara lumba-lumba hidung botol betina dan jantan. Makanan utama mereka adalah Cynoscion, Micropogonias dan Leiostomus.
Menurut Shane (1990) lumba-lumba memiliki cara makan sebagai berikut :

1) Bottom feeding : lumba-lumba, sendiri atau pada saat bebas atau pada saat menyebar luas biasanya menyelam dengan batang ekor atau ujung ekor diangkat ke atas, kadang-kadang Lumpur teraduk ke atas ;

2) Against current feeding : lumba-lumba kadang-kadang melawan arus pasang surut yang kuat dan tetap berada di satu tempat kecuali sedang menangkap dan mengejar ikan, paling sering berada di permukaan ;

3) Horizontal circle feeding : lumba-lumba sering berenang membentuk lingkaran hanya di bawah permukaan dengan dua cara. Pertama, lumba-lumba berenang cepat di sisi lingkaran dengan tubuh membongkok ke depan, lebih seperti kucing mengejar ekornya. Kedua, lumba-lumba berada pada posisi yang hamper vertikal di kolom perairan dengan kepala ke atas

kemudian lumba-lumba itu akan memutar kepalanya atau sangat jarang seluruh tubuhnya akan berputar 360 derajat membentuk busur sehingga satu atau beberapa ikan kecil akan lari ke lingkaran dipinggir mulut lumba-lumba dibawah permukaan ;

4) Edge feeding : Lumba-lumba berenang sepanjang batas penghalang pasir (sand bar), penghalang tiram (oyster bar) di bawah permukaan air (submerged bar), kanal dan garis pantai mangrove untuk mencari makan ;

5) Cara makan dengan menyerbu (feeding rush) ini terlihat pada cara makan di tepi air. Lumba-lumba akan meningkatkan kecepatannya secara tiba-tiba sejauh 10-20 meter kearah garis pantai. Sebelum mencapai pantai, lumba-lumba akan bersandar pada salah satu sisi dan berputar atau membuat tikungan tajam ke bawah untuk menangkap mangsanya ;

6) Fish kicking atau menendang ikan adalah cara makan yang paling unik. Lumba-lumba menggunakan ujung atau batang ekornya untuk menendang ikan yang berada di dekat permukaan air ke udara. Fish kicking biasanya dilakukan oleh seekor lumba-lumba yang berenang ke arah schooling ikan ;

7) Sebelum membawa mangsanya ke bawah, lumba-lumba mengosongkan permukaan air dari mangsanya dengan cara menghentakkan ekornya ke permukaan. Hal ini menyebabkan hisapan ke bawah yang kemudian diikuti dengan feeding circles dan feeding rush ;

8) Pada beberapa kesempatan lumba-lumba diam di permukaan lalu melambung ke atas dan ke bawah atau menggerakkan badannya dengan kepala di bawah seperti memainkan sesuatu.

2.5 Penggunaan suara oleh lumba-lumba
            Peranan suara penting bagi mamalia laut, karena suara merambat dalam air lima kali lebih cepat daripada di udara dan mempunyai kisaran komunikasi yang lebih luas daripada penglihatan (Nybakken 1992). Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari suara yang diproduksi oleh binatang. Banyak sekali biota laut yang dapat memproduksi suara, diantaranya beberapa spesies crustacea, ikan dan mamalia laut. Akustik merupakan sarana yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan, karena suara di air adalah 1500 m/s atau 4,5 kali lebih cepat daripada kecepatan suara di udara.
Menurut Caldwell and Caldwell (1990), suara lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) click untuk echolocation, (2) burst
sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan, (3) whistle biasanya digunakan untuk komunikasi. Tabel 1 menyajikan kisaran frekuensi yang dihasilkan oleh beberapa spesies Cetacea dari sub ordo Odontoceti.
Tabel 1 Kisaran frekuensi suara pada beberapa mamalia.
(mPa)
Species
Minimum
Threshold
f0
(kHz)
fmax
(kHz)
Reference

(nms-1)

Bottlenose dolphin
(Tursiop truncatus)
0,1
0,06
50,0
115,0
Jonson (1967)
Killer whale
(Orcineus orca)
0,02
0,013
15,0
31,0
Hall and Jhonson (1972)
River dolphin
(Inia geoffrensis)
0,32
0,21
30,0
100
Jacobs and Hall (1972)
Ringed seal
(Pusa hispida)
2,6
1,7
40,0
55,0
Terhune and Ronald (1975)
Hawaiian monk seal
(Monacus schauinslandi)
1,8
1,2
16,2
30,0
Thomas et al. (1990)
West Indian manatee
(Trichechus manatus)
0,38
0,25
18,0
30,0
Gerstein et al. (1999)


            Pada kedalaman lebih dari 200 meter dimana cahaya tidak lagi dapat menembus laut, dengan keadaan ini maka mamalia laut mengandalkan suara dibandingkan cahaya sebagai alat utama dalam komunikasi serta lebih berhati-hati dari keadaan lingkungan sekitarnya. Selain itu banyak juga mamalia laut yang tinggal di lingkungan yang membatasi penglihatannya, seperti di daerah turbiditas. Maka mamalia laut akan mengandalkan kemampuannya dalam suara. Misalnya lumba-lumba sungai yang memiliki kemampuan penglihatan yang terbatas hanya pada saat membedakan yang gelap dan terang .
2.5.1 Echolocation
            Echolocation adalah kemampuan binatang dalam memproduksi frekuensi yang sedang atau tinggi serta mendeteksi echos dari suara tersebut untuk menentukan jarak dari suatu obyek dan untuk mengenali keberadaan fisik di sekitarnya. Echolocation ini memberikan informasi yang detail dan akurat tentang sekeliling dan memproduksi frekuensi tinggi (Supangat 2006). Proses pemancaran dan penerimaan gelombang dapat dilihat pada Gambar 11
Gambar 11 Mekanisme produksi dan penerimaan suara pada
lumba-lumba (Evans 1987).
            Mamalia laut yang mampu melakukan echolocation memiliki kemampuan yang luar biasa untuk membedakan detail obyek dengan baik. Hal ini diduga karena tulang pada tengkoraknya telah tersusun untuk membentuk pemantul parabolik yang menfokuskan suara di dahi. Melon, organ tubuh berlilin yang berbentuk lensa dan terletak di dahi, memfokuskan suara yang dihasilkan di nasa plugs sehingga suara tersebut akan dipancarkan ke arah yang dikehendaki oleh mamalia laut tersebut. Pada saat yang bersamaan, gelombang suara pantulan dari obyek yang kembali disalurkan melalui fatty channel, yang berisi minyak dan terletak di rahang bawah, hingga mencapai inner ear. Penyaluran suara dapat dibuat lebih tepat dan teliti dengan bantuan buih yang bergelembung (Evans 1987).
            Nybakken (1992) menyatakan bahwa alat penerima dan penghasil suara Cetacea yang digunakan untuk ekolokasi sudah sangat berkembang, sama seperi kita menggunakan sonar unuk menduga kedalaman. Gelombang suara pada ekolokasi atau sonar dikeluarkan dari sumber ke arah tertentu. Gelombang suara ini bergerak lancar dalam air sampai membentur benda padat. Jika membentur benda, maka gelombang itu akan terpantul dan kembali ke sumbernya. Interval waktu saat suara pertama kali dikeluarkan dan pergerakannya menuju sasaran serta kembalinya setelah terpantul merupakan ukuran jarak antara sumber dan benda. Dengan berubahnya jarak, waktu echo kembali juga berubah. Pengeluaran gelombang suara secara terus-menerus dan evaluasi sensorik dari gelombang yang terpantul selagi berenang merupakan cara hewan tersebut untuk memeriksa benda yang ada di sekitarnya dengan
mengetahui jarak benda itu, hewan tersebut dapat menjauhinya (predator) atau mendekatinya.
            Suara dengan frekuensi rendah digunakan hewan yang berekolokasi untuk menempatkan dirinya dalam badan air sesuai dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun suara dengan frekuensi rendah tidak memberikan informasi mengenai bentuk benda itu. Untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan suara dengan frekuensi lebih tinggi yang memantul dari benda dan memberikan perincian lebih lanjut. Oleh karena itu, kebanyakan hewan laut yang mempunyai kemampuan ekolokasi yang berkembang dengan baik juga mempunyai kemampuan mengubah frekuensi suara yang dihasilkan (Nybakken 1992).

2.5.2 Komunikasi
            Mamalia laut tidak memiliki pita suara dan jarang terlihat mengeluarkan gelembung ketika menghasilkan suara pada mamalia laut untuk berkomunikasi. Evans (1987) menyatakan bahwa dugaan pertama adalah bahwa suara diproduksi pada larynx (pangkal tenggorokan), sama seperti mamalia lainnya. Dugaan lainnya yaitu bahwa suara echolocation (click) maupun suara komunikasi (whistle) dihasilkan di daerah nasal plug. Udara yang ditekan diduga lewat dari nasal sacs ventral ke plug lalu ke dorsal sac sebagai sebuah rangkaian pulsa suara, dimana whistle diproduksi dari sisi kiri dan click dari sisi kanan. Udara lalu disimpan di dorsal nasal sac dan di daur ulang ke lower sac untuk letusan suara berikutnya.
            Menurut Supangat (2006), mamalia laut dalam berkomunikasi menggunakan suara dengan sinyal akustik tertentu, dimana sinyal ini bervariasi tergantung kebutuhan serta keadaan lingkungan. Ada beberapa macam fungsi komunikasi mamalia laut seperti seleksi intraseksual, seleksi interseksual, memandu anak, memandu kelompok, pengenalan individu serta menghindari bahaya.
            Leatherwood and Reeves (1990) mengatakan bahwa “whistle like squeal” pada lumba-lumba hidung botol bukan digunakan untuk echolocation tetapi dihasilkan dalam konteks komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistle ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya. lumba-lumba hidung botol menghasilkan yelps terpulsa selama bercumbu, hal ini diduga sebagai komunikasi untuk tahapan selanjutnya (Evans 1987).


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ø  Paus dan lumba-lumba sering kali melakukan aktivitas melompat ke udara dengan kepala terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching ini masih merupakan misteri namun terdapat beberapa alasan yaitu sebagai suatu tanda, menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok mereka
Ø  Bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk permainan yang dilakukan oleh lumba-lumba.
Ø  Spyhop adalah gerakan memunculkan kepala ke permukaan air. Gerakan ini berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan di dalam air.
Ø  fluks gerakan mengangkat atau ekor tersebut ke dalam air yang disebut dengan lobtailing. Diduga hal ini berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara berkomunikasi.
Ø  Greeting : lumba-lumba melakukan greeting pada beberapa keadaan ketika bertemu kelompoknya dengan cara berenang cepat diantara yang lainnya di permukaan air sambil ekornya digerakkan atau dengan cara mengeluarkan suara
Ø  Roughhousing : lumba-lumba dengan penuh semangat membuat keributan dan kegaduhan dengan menggunakan rostrum dan flukes untuk menyambut anaknya yang baru dilahirkan.
Ø  Alloparental care : lumba-lumba muda berenang dan bermain bersama lumba-lumba dewasa lainnya (babysister) selama lebih dari 1 jam ketika ibunya mencari makan pada jarak beberapa ratus meter dari mereka.


DAFTAR PUSTAKA